Selasa, 21 April 2009

HIPERSENSITIVITAS TIPE I dan II

I. PENGERTIAN HIPERSENSITIVITAS
Istilah hipersensitivitas menunjukkan suatu kondisi respon imunitas yang menimbulkan reaksi yang berlebihan atau reaksi yang tidak sesuai, yang berbahaya bagi penjamu. Pada individu yang rentan, reaksi tersebut secara khas terjadi setelah kontak yang kedua dengan antigen spesifik(alergen). Kontak yang pertama kali merupakan kejadian yang diperlukan untuk menginduksi sensitisasi terhadap alergen tersebut.

II. PEMBAGIAN HIPERSENSITIVITAS
Reaksi hipersensitivitas ada dua macam : (1) reaksi dengan perantaraan Ab atau jenis segeradan (2) reaksi dengan perantaraan sel atau jenis lambat. Dari sudut pandang patogenesa, reaksi hipersensitivitas telah diklasifikasikan oleh gell dan Combs dalam 4 jenis utama : 2 yaitu tipe I, II dan III yang diperantarai oleh antibodi dan tipe IV yang diperantarai oleh sel. 1

A. Hipersensitivitas Tipe I (Jenis Anafilaktik )
Suatu kelas antibody yang khusus ( antibody sitotrofik, terutama IgE ) terikat pada mastosit dan basofil melalui fragmen Fc. Bila Ag bereaksi dengan Ab ini, zat amin vaso aktif dan zat perantara lain dilepaskan dan menyebabkan reaksi ini.

B. Hipersesitivitas Tipe II (Jenis Sitotoksik )
Antigen pada permukaan sel bergabung dengan Ab. Hal ini dapat menyebabkan opsonisasi dan fagositosa tanpa komplemen, dapat mempermudah serangan sel T, atau dapat menyebabkan pengikatan komplemen, yang membantu perlekatan imun pada fagosit, atau efek litik dapat menyebabkan kerusakan selaput dengan perantara komplemen.

C. Hipersensitivitas Tipe III ( Jenis Imun Kompleks )
Ag bergabung dengan Ab untuk membentuk kompleks yang dapat mengaktifkan komplemen dan faktor Hageman ( XII dalam koagulasi darah )dan menggumpalkan trombosit. 2 Kompleks imun tersebut akan dibuang oleh sistem retikuloendotelial, tetapi kadang-kadang kompleks tersebut masih ada dan dideposisi di jaringan-jaringan mengakibatkan terjadinya beberapa gangguan. Pada infeksi mikroba atau virus yang menetap, kompleks imun dapat dideposisi di organ (misalnya ginjal)mengakibatkan terjadinya disfungsi. Pada gangguan autoimin antigen self dapat menghasilkan antibodi yang terikat pada antigen organ atau dideposisi di organ danjaringan sebagai kompleksm, terutama di sendi (artritis), ginjal (nefritis) dan pembuluh darah (vaskulitis). 1

D. Hipersensitivitas Tipe IV ( Delayed hypersensitivity )
Limfosit T yang membawa penerima Ag khusus mnjadi aktif bila berkontak dengan antigen tersebut, berproliferasi, bertransformasi, dan melepaskan sejumlah zat-zat perantara ( limfokin ) yang akan mempengaruhi makrofag, Limfosit,dan sel-sel lain untuk menghasilkan reaksi hipersensitiivitas jenis lambat. 2

III. URAIAN KHUSUS HIPERSENSITVITAS TIPE I DAN II

I. HIPERSENSITIVITAS TIPE I
Hipersensitivitas tipe I terjadi dalam reaksi jaringan terjadi dalam beberapa menit setelah antigen begabung dengan antibodi yang sesuai. Ini dapat terjadi sebagai anafilaktik sistemik (misalnya setelah pemberian protein heterolog ) atau sebagai reaksi lokal ( misalnya alergi atopik seperti demam hay ). Mekanisme dari hipersensitivitas ini meliputi langkah-langkah berikut ini. Antigen menginduksi pembentukan antibodi Ig E, yang terikat kuat dengan reseptor basofil dan sel mast melalui bagian Fc antibodi tersebut. Beberapa saat kemudian, kontak yang kedua dengan antigen yang sama mengakibatkan fiksasi antigen ke Ig E yang terikat ke sel dan pelepasan mediator yang aktif secara farmakologis dari sel tersebut dalam waktu beberapa menit. Nukleotida siklik dan kalsium diperlukan dalam pelepasan mediator tersebut. Terdapat juga fase lanjutan kedua yang berlangsung beberapa hari dan melibatkan infiltrasi netrofil, monosit dan lekosit lain ke jaringan. 1












Gambar 1.1 3


A.Mediator hipersensitivitas anafilaksis : Beberapa mediator yang penting dan efeknya dibahas berikut :
1.Histamin
Histamin ada dalam keadaan belum terbentuk di dalam trombosit dan granula sel mast serta basofil. Pelepasan histamin ini menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permiabilitas kapiler dan kontraksi otot polos. Obat-obat antihistamin dapat menghalangi reseptor histamin dan secara relatif efektif pada rinitis alergi tetapi tidak pada asma. Histamin merupakan mediator utama ( primer ) pada reaksi tipe I.
2. Prostaglandin
Seperti lekotrien , yang merupakan derivat dari asam arachidonat melalui siklus sikloksigenase. Prostaglandin mengakibatkan bonkokonstriksi dan dilatasi serta peningkatan permiabilitas kapiler. Mediator tersebut , bersama dengan sitokin seperti TNF dan Il-4, merupakan mediator sekunder pada reaksi tipe I. 1,2

3.Seretonin
Seretonin dibentuk dalam mastosit dan terutama terdapat dalam trombosit darah dan dilepaskan dari trombosit selama anafilaksis. Zat ini menyebabkan pelebaran kapiler, meningginya permiabilitas, dan menciutkan otot polos pada beberapa spesies, tetapi zat ini kurang penting dalam reaksi anafilaktik manusia.
4. Slow Reacting Subsyance Anafilaksis ( SRS –A )
Merupakan campuran leukotrin tidak terdapat dalam keadaan sebelumnya tetapi dibentuk selama reaksi tipe I anafilaksis. SRS-A merupakan perantara yang penting dalam konstruksi bronkhus asma, dan sintesanya tidak dihambat oleh antihistamin.
5. Kinin
Kinin adalah peptida dasar yang berasal dari protein plasma. Zat ini tidak merupakan perantara primer tetapi menambah gambaran klinik dari reaksi demikian melalui keterlibatannya yang kedua kali. Faktor Hageman ( F XII ) dalam rangkaian proses pembekuan darah dapat diaktifkan dalam anfilaksis. Ini dapat mengakibatkan aktivasi pasmin, suatu enzim fibrinolitik, dan kalikrein yang memisahkan bradikinin dari globulin alfa yang menyebabkan pelebarah pembuluh darah , permiabilitas kapiler yang meningkat dan penciutan otot polos. 1
Adapun beberapa penyakit yang merupakan penyakit tipe I :
a. Hay fever (Alergic Rhinitis )
Hay fever merupakan reaksi lokal. Ketika antigen ( biasanya tepung sari bunga ) kontak dengan membran mukosa hidung dan konjunctiva, terjadi sekresi yang berlebihan.
b. Asma
Allergen biasanya tepung sari bunga. Antigen terhirup dan mencapai membran mukosa bronkial melalui saluran pernafasan atas atau melalui aliran darah dari saluran pencernaan. Alergen akan bergabung dengan antibodi yang terikat pada sel-sel membran mukosa bronkial.reaksi antigen-antibodi ini akan merusak sel dan dihasilkan histamin serta menyebabkan spasmo bronkhus. 4
Adapun beberapa contoh penyakit lainnya antara lain Anafilaktik shock,reaksi gigitan serangga dll.

II. HIPERSENSITIVITAS TIPE II
Hipersensitivitas tipe II melibatkan pengikatan antibodi (IgG atau IgM ) ke antigen permukaan sel atau molekul matriks ekstraseluler. Antibodi yang ditujukan ke antigen permukaan sel dapat mengaktifkan komplemen ( atau efektor yang lain ) untuk menghancurkan sel tersebut. Antibodi (IgM atau IgM) melekat pada antigen melalui regio Fab dan bertindak sebagai jembatan ke komplemen regio Fc. Hasilnya dapat berupa lisis sel yang diperantarai oleh komplemen seperti yang terjadi pada anemia hemolitik reaksi tranfusi ABO dan penyakit hemolitik Rh.
Obat-obat seperti penisilin, fenasetin, dan kinidin dapat melekat pada protein permukaan ada sel darah merah dan mengawali pembentukan antibodi. Antibodi autoimun ini kemudian dapat bergabung dengan permukaan sel, yang mengakibatkan terjadinya hemolisis.




Gambar 1.2 & 1.3 3


Pada beberapa kasus,antibodi terhadap reseptor sel permukaan mengubah fungsi tanpa kerusakan atau trauma pada sel-contohnya, pada miatenia gravis, antibodi terhadap reseptor asetilkolin merusak transmisi neuromuskular.1 Adapun yang merupakan sel efektor pada tipe ini adalah NK cell, makhrofag, monosit, neutrofil, Tc. 5,7




Gambar 1.4 6

Adapun beberapa penyakit yang merupakan reaksi tipe II antara lain : Hemolytic Desease Of The Newborn, Rhesus & ABO incompatibility, reaksi transfusi, Drug Induced Anemia Hemolitik, transplantatioin rejection, autoimun desease. 5
A.Penyakit Hemolitik Pada Neonatus
Penyakit ini disebabkakn oleh antibodi terhadap daah rhesus positif yang melewati plasenta dari ibu dengan rhesus positif. Antibodi bereaksi dengan antigen yang terdapat pada permukaan membran sel darah merah anak dengan rhesus positif, menyebabkan hemolisis. Ibu dapat tersensitisasi menyebabkan terbentuknya antibodi karena, pada kelahiran bayi rhesus positf sebelumnya, beberapa sel darah merah bayi memasuki sirkulasi ibu ketika plasenta terlepas. Dan karena adanya transfusi darah rhesus positif. 4
B. Drug induced Hemolytic Anemia
Obat (hapten) berikatan dengan membran (protein) eritrosit yang akan merangsang pembentukan antibodi, sehingga terjadi reaksi hapten- antibodi, komplemen teraktivasi hingga mencapai proses fagositosis. 5
Dibawah ini merupakan tabel perbandingan dari tipe-tipe hipersensitivitas.


Gambar 1.57
IV. KESIMPULAN

1. Hipersensitivitas adalah suatu kondisi respon imunitas yang menimbulkan reaksi yang berlebihan atau reaksi yang tidak sesuai, yang berbahaya bagi penjamu
2. Reaksi Hipersensitif dibagi 4 yakni : Reaksi Anafilaktik, Cytotoxic, Immune Complex, Delayed hypersensitivity
3. Mekanisme Tipe I yakni dengan cara : Antigen menginduksi pembentukan antibodi IgE, yang terikat kuat dengan reseptor basofil dan sel mast melalui bagian Fc antibodi, mengakibatkan fiksasi antigen ke IgE yang terikat ke sel dan pelepasan mediator yang aktif secara farmakologis dari sel tersebut dalam waktu beberapa menit
4. Mekanisme Tipe II yakni dengan : melibatkan pengikatan antibodi (IgG atau IgM ) ke antigen permukaan sel atau molekul matriks ekstraseluler. Antibodi yang ditujukan ke antigen permukaan sel dapat mengaktifkan komplemen ( atau efektor yang lain ) untuk menghancurkan sel tersebut
5. Beberapa penyakit pada Hipersensitivitas Tipe I : Hay fever (Llergic Rhinitis ), Asma, Anafilaktik shock, reaksi gigitan serangga dll
6. Beberapa penyakit pada Hipersensitivitas Tipe II : Hemolytic Desease Of The Newborn, Rhesus & ABO incompatibility, Reaksi transfusi, Drug Induced Anemia Hemolitik, Transplantatioin rejection, Autoimun desease.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar